Autobiografi Eklesiologis



Hallo selamat pagi, kali ini saya akan memposting tulisan tentang pengalaman saya bersama Gereja dan apa arti Gereja bagi saya. Tulisan ini dapat membantu pembaca untuk bisa merefleksikan pengalamannya tentang Gereja. Setiap orang Kristen tentunya memiliki pemahaman dan pengalaman yang berbeda dalam bergereja. Pengalaman dan pemahaman itu sebaiknya dapat diabadikan lewat tulisan. Tentunya tulisan ini juga dapat membantu mahasiswa Teologi yang ingin melihat contoh format  Autobiografi Eklesiologis. So let's see guys :)

Nama saya adalah Stevie Anastasia Pasolang, saat ini saya duduk di bangku kuliah semester 8, dengan mengambil jurusan Teologi di UKSW. Saya adalah perempuan keturunan asli Toraja. Hampir sebagian besar hidup saya dihabiskan di kota kecil yang dikenal dengan istilah “tondok lepongan bulan, gontingna matari allo”. Dalam hal Gereja, orang-orang sering memberi lelucon tentang nama Gereja Toraja. Banyak yang mengatakan bahwa Gereja Toraja bukanlah Kristen karena hanya mereka yang tidak menggunakan kata Kristen pada nama Gerejannya.  Gereja Toraja tidak memakai nama Gereja Kristen Toraja, seperti Gereja pada umumnya. Oleh karena itu banyak orang yang tidak mengenalnya, padahal jika dilihat Gereja Toraja tersebar diman-mana. 

Toraja terkenal dengan keunikannya dalam hal budaya. Daerah Toraja sering dijadikan sebagai tempat tujuan wisata oleh turis lokal maupun asing. Selain karena keunikan budayanya, Toraja juga terkenal karena merupakan kota Kristen, oleh karena itu kami warga Gereja Toraja pernah merayakan 100 tahun injil masuk Toraja pada tahun 2013 yang lalu. Berbicara tentang Gereja juga tidak terlepas dari konteks kerukunan dimana gereja itu berada, sejauh ini selama saya tinggal di Toraja, belum pernah sekalipun ada masalah dalam hal mendirikan gedung gereja atau masalah hubungan antar agama di sekitar lingkungan gereja. Orang Kristen dan Islam di Toraja sangat menghargai dan memahami toleransi beragama, kami saling berbagi dan mengucapkan salam natal, idul fitri setiap tahunnya. Hal itu yang menjadi kelebihan dan keunikan tersendiri bagi daerah Toraja. 

Nama tempat saya bergereja adalah Gereja Toraja Jemaat Rante Pasele klasis Rantepao, yang tergabung dalam anggota PGI. Orang sering menyebutnya dengan istilah Gereja Rante Pasele. Jarak yang ditempuh dari rumah ke Gereja dapat dikatakan tidak jauh, seperti dari kampus ke kemiri. Gereja Rante Pasele terletak di jalan Gajah, kota Rantepao, kabupaten Toraja Utara, provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah jemaat Rante Pasele di bagi dalam empat blok. Blok I berjumlah 42 kk, blok ke II berjumlah 47 kk, blok ketiga berjumlah 62 kk dan blok ke empat berjumlah 48 kk. Total keseluruhan dari jemaat Rante Pasele adalah 199 kk, tetapi di tahun 2016 ini, mungkin sudah mengalami perubahan yang sangat drastis. Gereja Rante Pasele dapat dikatan tidak terlalu luas, karena tidak ada halaman sama sekali. Meskipun demikian tetapi Gereja Rante Pasele memiliki model bangunan bertingkat dan di dalamnya sangat besar. Lantai dasar memiliki model bangunan terbuka, tidak ada pintu dan jendela, oleh karena itu sering digunakan untuk perayaan-perayaan tahunan seperti natal, paskah, dan sebagainya. Pada lantai dua, merupakan tempat beribadah, cukup besar dan dihiasi dengan arsitektur perpaduan ukiran toraja dan ikon-ikon Yesus. Pada lantai tiga merupakan balkon, yang berfungsi jika ruangan mengalami kelebihan kapasitas pada perayaan-perayaan gerejawi.

Saya sangat mengenal betul proses pertumbuhan Gereja Rante Pasele, mulai dari awal pembangunan sampai pada pentabisan gedung Gereja. Kebetulan rumah nenek saya berada tepat di samping Gereja, dan tante saya, kakak tertua dari Ibu saya merupakan pendeta pertama di Gereja tersebut. Gereja Rante Pasele sejak awal pembangunan dan pembentukan mengalami proses yang tidak mudah, khususnya dalam hal dana. Awalnya kami hanya bergerja dengan bertutupkan atap seng, bangku bambu dan berlantaikan tanah. Meskipun ketika saya lahir Gereja Rante Pasele sudah berbentuk jemaat namun jumlahnya belum terlalu banyak. Awalnya sangat sulit untuk mencari seorang pendeta, yang memimpin gereja pada awalnya adalah salah seorang gembala atau guru injil. Kakek dan nenek saya yang tinggal di samping gereja juga terlibat langsung dalam perkembangan dan pertumbuhan Gereja, Oleh karena itu, tante saya yang pada waktu itu telah menyelesaikan masa jabatan pdt nya di gereja Toraja Makassar di rekomendasikan di Gereja Rante Pasele. 

Sampai saat ini Gereja Toraja Jemaat Rante Pasele baru dipimpin oleh 3 orang pendeta, dengan masing-masing masa jabatan 5 tahun. Pengalaman saya selama bergerja di Rante Pasele sangat banyak. Apalagi sejak kecil saya sudah aktif dalam persekutuan sekolah minggu sampai remaja. Karena hampir sebagian besar warga jemaatnya adalah tetangga saya, maka tidak sulit untuk mengenali mereka. Dari kecil hingga saat ini, saya masih berhubungan dengan teman-teman sekolah minggu sampai kami menjadi dewasa. Sejak kecil saya banyak menghabiskan waktu di Gereja, dibandingkan keluar bersama teman-teman sekolah. Oleh karena itu setiap libur natal atau paskah tiba, merupakan hal yang sangat dinantikan karena saya dapat bertemu dengan teman-teman gereja. 

Bagi saya Gereja adalah tempat dimana kita dapat meluangkan waktu di luar jam belajar atau aktifitas lain. Di Gereja kita dapat belajar banyak hal mengenai persekutuan dan kebersamaan. Gereja juga adalah sebuah wadah dimana kita dapat melayani Tuhan dengan berbagai talenta yang kita miliki. Sampai sekarang saya selalu menyempatkan diri untuk mengambil bagian dalam kegiatan apapun di gereja setiap saya pulang ke Toraja, baik itu Song leader, quayers, Operator LCD, Penari lilin saat natal, atau Liturgis dalam ibadah. Saya sangat menikmati persekutuan di gereja melalui kemampuan yang saya miliki dalam melayani Tuhan. Hal itu selalu saya rindukan ketika harus terpisah jauh karena tuntutan pendidikan. Namun kerinduan itu sedikit demi sedikit mulai terobati ketika saya mengikuti praktek PPL di GKJ salatiga Utara. Di GKJ Utara tidak kalah serunya dengan gereja saya di Toraja. 

Bahkan selama saya di GKJ Utara saya dapat belajar lebih, apa itu persekutuan gereja, apa itu pelayanan, dan perbedaan. Sekalipun di GKJ Utara saya berbeda paham dalam hal budaya, namun di dalam gereja kami semua sama. Kami tidak hanya belajar mengenal Alkitab ajaran firman Tuhan, dan pertumbuhan iman kepada Kristus, tetapi kami juga belajar kebudayaan masing-masing. Hal itu yang membuat pemahaman bergereja saya, baik itu dari segi arsitektur gereja, tata peribadatan,  strukur organisasi, semakin kaya dan menyenangkan. Sehingga secara tidak langsung hal itu dapat terus menumbuhkan iman percaya saya, bahkan ketika kegalauan ilmu pengetahuan dalam pelajaran Teologi mulai melanda. Itulah sedikit yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat..

0 komentar:

Posting Komentar